5 Fakta Penting tentang Presidensi G20 Indonesia 2022

Centuraurgenter – Indonesia akan menjadi presiden G20 untuk pertama kalinya pada tahun 2022. Mandat ini akan berlangsung dari 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. Diperkirakan sekitar 150 rangkaian pertemuan akan diadakan di Indonesia selama masa kepresidenan.

 

Klimaks KTT G20 berlangsung di Bali. Namun selain Bali, ada sekitar 19 kota di Indonesia yang juga terlibat dalam acara G20 ini, seperti Jakarta, Bogor, Semarang, Solo, Batam – Bintan, Medan, Yogyakarta, Bandung, Sorong, Lombok, Surabaya, Labuan Bajo , Danau Toba, Manado, Malang dan lain-lain.

 

Kepresidenan G20 menjadi tuan rumah KTT G20. Kepresidenan G20 ditetapkan melalui konsensus di KTT berdasarkan sistem rotasi regional dan berubah setiap tahun.

 

Sebelum diserahkan ke Indonesia, kepresidenan G20 dijabat oleh Italia. Pengalihan kepresidenan G20 dari Italia ke Indonesia terjadi pada 31 Oktober 2021 saat sesi penutupan KTT G20 yang berlangsung di La Nuvola, Roma, Italia. Secara simbolis, Perdana Menteri Italia Mario Draghi memberikan palu kepada Presiden Joko Widodo, yang akan melanjutkan kepresidenan G20 pada 2022.

 

Tema kepresidenan G20 Indonesia tahun 2022 adalah Recover Together, Recover Stronger. Dengan tema ini, Indonesia ingin mengajak seluruh dunia untuk bahu membahu, saling mendukung untuk pulih bersama dan menjadi lebih kuat dan berkelanjutan.

 

Jadi apa itu G20 dan apa manfaat dari pekerjaan besar ini bagi kita? Berikut 7 fakta tentang G20 yang dikutip dari kemenkeu.go.id dan sumber lainnya:

 

1/19 Negara-negara Uni Eropa dan Forum Kerjasama

G20 merupakan forum kerja sama multilateral yang dibentuk oleh 19 negara utama dan Uni Eropa (UE) yang memiliki kelas menengah ke atas dari negara berkembang hingga negara maju. Anggota G20 terdiri dari negara-negara dari berbagai wilayah Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Argentina, Brasil, Inggris, Jerman, Italia, Prancis, Rusia, Afrika Selatan, Arab Saudi, Turki, China, Jepang, Korea Selatan, India, Indonesia , Australia dan Uni Eropa.

 

Indonesia telah menjadi anggota G20 sejak dibentuknya Forum Internasional pada tahun 1999. Saat itu, Indonesia dalam fase pemulihan pasca krisis ekonomi tahun 1997-1998 dan dianggap sebagai emerging economy dengan ukuran dan potensi ekonomi yang sangat besar di wilayah Asia. Oleh karena itu, Indonesia hadir dalam G20 dan mewakili sekelompok negara berkembang, kawasan Asia Tenggara, dan dunia Islam.

 

 

2/ Asumsi Rapat Menteri Keuangan

G20 pada awalnya merupakan pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral. Namun, sejak tahun 2008, G20 telah menghadirkan kepala negara di KTT, dan pada tahun 2010 juga terbentuk diskusi di sektor pembangunan. Sejak itu, G20 terdiri dari Jalur Finansial dan Jalur Sherpa. Sherpa diambil dari istilah pemandu di Nepal, yang menggambarkan bagaimana Sherpa G20 membuka jalan menuju puncak.

 

Sesuai namanya, Jalur Keuangan berfokus pada masalah keuangan termasuk kebijakan fiskal, moneter dan riil, investasi infrastruktur, regulasi keuangan, inklusi keuangan, perpajakan internasional. Rapat Menteri Keuangan tersebut dihadiri oleh Gubernur Bank Sentral masing-masing anggota.

 

Sedangkan Sherpa Track merupakan jalur diskusi di forum G20 di area yang lebih luas di luar masalah keuangan, termasuk anti korupsi, ekonomi digital, ketenagakerjaan, pertanian, pendidikan, luar negeri, budaya, kesehatan, pembangunan, lingkungan, pariwisata, energi terbarukan, perdagangan, investasi dan industri, pemberdayaan perempuan.

 

 

3/ Peran nyata G20 di dunia

G20 memainkan sejumlah peran nyata selama implementasinya. Salah satu pencapaian terbesar G20 adalah dukungannya dalam mengatasi krisis keuangan global 2008.

 

Dalam menghadapi pandemi COVID-19, G20 memiliki beberapa inisiatif, antara lain penangguhan pembayaran utang luar negeri untuk negara-negara berpenghasilan rendah, injeksi COVID-19 yang bergerak lebih dari US$ 5 triliun (deklarasi riyadh), pengurangan/penghapusan impor. bea masuk dan pajak, pengurangan cukai pada vaksin, pembersih tangan, desinfektan, alat kesehatan dan obat-obatan. Selain itu, G20 berperan dalam isu-isu internasional lainnya, termasuk perdagangan, iklim dan pembangunan.

 

4/ Manfaat G20 bagi Indonesia

Dorongan presiden ini hanya terjadi setiap 20 tahun sekali, sehingga harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memberi nilai tambah bagi pemulihan Indonesia. Kepresidenan G20 Indonesia di tengah pandemi ini merupakan pengakuan atas status Indonesia dan juga mewakili negara berkembang lainnya.

 

Sebagai presiden, Indonesia dapat mengatur agenda pembahasan di G20 untuk mendukung pemulihan kegiatan ekonomi Indonesia dan berdampak positif. Pada saat yang sama, Indonesia menjadi salah satu focal point dunia, terutama bagi para pelaku ekonomi dan keuangan.

https://www.teknogoo.com/keuangan/justin-trudeau-dari-kanada-menolak-kehadiran-putin-di-pertemuan-g20/

 

Pertemuan G20 di Indonesia juga merupakan sarana untuk memperkenalkan pariwisata dan produk unggulan Indonesia kepada dunia internasional, sehingga diharapkan dapat mendongkrak perekonomian Indonesia. Diperkirakan 20.988 delegasi akan hadir.

 

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, mengatakan acara G20 akan berkontribusi pada peningkatan wisman yang diharapkan menjadi 1,8 juta – 3,6 juta dan juga 600 ribu – 700 ribu lapangan kerja baru yang didukung oleh kinerja yang baik di sektor-sektor. memasak, fashion dan kerajinan.

 

Sementara itu, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, penyelenggaraan G20 akan memberikan kontribusi sebesar US$533 juta atau sekitar Rp7,4 triliun terhadap PDB Indonesia. Konsumsi domestik naik menjadi Rp 1,7 triliun.

 

Rangkaian kegiatan G20 di Indonesia juga diharapkan dapat melibatkan UKM dan menyerap tenaga kerja sekitar 33.000 orang. Menurut Menteri Koperasi dan UMK Teten Masduki, kepresidenan G20 juga akan mendorong investasi di UMKM domestik, karena saat ini 80% investor global berasal dari negara-negara G20.

 

5/ Agenda prioritas di G20

Seperti dikutip laman bi.go.id, ada 6 agenda prioritas jalur keuangan selama kepresidenan G20 di Indonesia pada 2022. Pertama, Exit Strategy to Support Recovery, yang membahas bagaimana G20 melindungi negara-negara yang masih dalam perjalanan menuju pemulihan ekonomi (khususnya negara berkembang) terhadap limpahan (spillovers) kebijakan keluar yang diterapkan oleh negara-negara yang ekonominya pulih lebih dulu (umumnya negara maju).

 

Kedua, mengatasi bekas luka krisis dengan meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan jangka panjang, dengan fokus pada lapangan kerja, keluarga, perusahaan dan sektor keuangan.

 

Ketiga, standar pembayaran lintas batas (CBP) serta prinsip-prinsip pengembangan CBDC (General Principles for CBDC Development).

 

Keempat, membahas risiko iklim dan risiko transisi ke ekonomi rendah karbon dan keuangan berkelanjutan dari perspektif makroekonomi dan stabilitas keuangan.

 

Kelima, menggunakan open banking untuk meningkatkan produktivitas dan mendukung ekonomi dan keuangan yang inklusif bagi masyarakat kurang mampu yaitu perempuan, pemuda dan UKM, termasuk aspek lintas batas.

 

Keenam, pembahasan perpajakan internasional, terutama terkait implementasi kerangka kerja bersama OECD/G20 untuk strategi perencanaan pajak yang disebut dengan Base Erotion and Profit Shifting (BEPS).